Makalah: Fenomena Mubaligh dan Mubalighah
A. Latar Belakang
Dakwah merupakan tugas bagi umat Islam untuk mempertahankan eksistensi ajaran Islam bagi penganutnya juga bagi manusia pada umumnya. Kegiatan dakwah bukan hal baru, melainkan merupakan kegiatan yang telah dilakukan bahkan oleh manusia pertama yang Allah ciptakan yakni Nabi Adam as. Dalam perkembangannya kegiatan dakwah ternyata bukan hal yang mudah untuk dilakukan tetapi membutuhkan berbagai instrument yang kompleks. Sehingga, seorang da’i dituntut untuk sungguh-sungguh dan professional dalam melaksanakan tugasnya.
Kegiatan dakwah yang sering kali dipahami oleh masyarakat awam ataupun sebagian masyarakat terdidik sebagai sebuah kegiatan yang sangat praktis. Sehingga pemahaman mereka tentang dakwah sama dengan tabligh atau ceramah, yaitu suatu kegiatan penyampaian ajaran Islam secara lisan di atas mimbar. Kegiatan tabligh adalah hanya merupakan sebagian bentuk kegiatan dakwah terdapat bentuk atau hal lain yang bisa dilakukan dalam rangka berdakwah, seperti: Irsyad (bimbingan penyuluhan Islam), Tadbir (menejemen dakwah), dan Tatwir (pengembangan Masyarakat Islam).
Dalam ranah tabligh yaitu dakwah bi al-lisan seorang da’i melakukan dakwahnya melalui ekspresi pemikiran yang berdasarkan pada sumber rujukan dakwah berupa Al-Quran dan As-Sunnah secara langsung atau pun tidak langsung terhadap mad’unya. Fenomena sosial aktual dan realitas yang terjadi menjadi hal yang selalu harus digeluti oleh seorang mubaligh. Melihat tabligh sebagai upaya untuk memodifikasi realitas sosial yang tidak Islami kepada nilai ajaran Allah swt. Maka tabligh memiliki arti yang sangat dominan dalam kehidupan manusia.
Apabila kegiatan tabligh berhenti berarti berhenti pula kontrol terhadap perubahan masyarakat untuk menjadi lebih baik. Kehancuran moral semakin menggurita dan budaya hedonis semakin mengguncang.
Hal itu terjadi karena kegiatan tabligh terhenti. Kegiatan tabligh bagi masyarakat Islam di Era Globalisasi ini mengahadapi tantangan yang tidak sederhana mulai dari masalah internal mubaligh ataupun sampai masalah eksternal yang menumpuk.
Dalam makalah ini akan di paparkan tentng fenomena mubaligh dan mubalighoh yang terjadi saat ini dan tantangan mubaligh dan mubalighoh.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Fenomena Ghozwul Fikr sebagai Tantangan Tabligh
Secara bahasa Ghozwul Fikri terdiri dari dua kata; ghozwah dan Fikr. Ghozwah berarti serangan, serbuan atau invasi. Fikr berarti pemikiran. Serangan atau serbuan disini berbeda dengan serangan dan serbuan dalam qital (perang). Secara Istilah Penyerangan dengan berbagai cara terhadap pemikiran umat Islam guna merubah apa yang ada di dalamnya sehingga tidak lagi bisa mengeluarkan darinya hal-hal yang benar karena telah tercampur aduk dengan hal-hal tak islami.
Metode Ghazwul Fikri Membatasi Supaya Islam Tidak Tersebar Luas, adapun sarana Ghazwul Fikri : Media Cetak dan Elektronika. Dan Alat Penting Ghazwul Fikri Kerusakan akhlak yang diakibatkan oleh berbagai program tayangan TV bukan isapan Jempol, Ghazwul Fikri adalah sebuah proyek besar musuh-musuh Islam yang dilancarkan berbagai media TV. Ghazwul Fikri pun jauh lebih merusak dan menghancurkan bahkan secara permanen dibandingkan dengan perang fisik atau militer.
B. Fenomena Para Mubaligh
1. Tantangan Internal Mubaligh
a. Seorang mubaligh tidak sungguh-sungguh dalam tablighnya, sehingga hasilnya pun jauh dari kesuksesan.
b. Pemahaman islam yang parsial seorang mubaligh, sehingga dia menyampaikan islam hanya dari satu sudut pandang, hal ini menimbulkan pemahaman yang picik dan fanatic.
c. Kurangnya persiapan sebelum menyampaikan materi tabligh, padahal hal itu penting sekali karena hal itu akan mempengaruhi dalam penyampain materi yang tidak garing atau monoton, dan materi kurang mengena.
d. Seringkali seorang mubaligh memilah-milah sasaran tablighnya. Hal ini menyebabkan mubalagh juga memilah-milah mubalighnya. Alasan mereka memilih bukan karena prinsip syar’i, melainkan alasan yang memperturutkan hawa nafsunya.
e. Kontemplasi, seorang mubaligh seringkali meninggalkan kewajiban untuk menginternalisasikan terlebih dahulu apa yang dia sampaikan kepada pribadinya, atau setidaknya dia sedang berusaha untuk melakukannya. Hal ini penting karena tanpa melakukan hal itu tabligh yang dilakukanya akan terasa hampa dan hambar.
f. Kurang pekanya seorang mubaligh dalam merespon realita sosial aktual yang terjadi di masyarakat, akibatnya materi tabligh yang disampaikan tidak sesuai dengan kebutuhan mubalagh.
g. Wawasan mubaligh yang sempit, sehingga tablighnya tidak universal dan cenderung membosankan.
h. Tidak adanya kaderisasi mubaligh dan organisasi mubaligh yang akan lebih mengefektifkan kegiatan tabligh.
i. Kondisi kehidupan ekonomi seorang mubaligh kurang adil dan sejahtera sehingga sorang mubaligh tidak fokus dalam menyampaikan tablighnya.
j. Tidak ada manajemen mubaligh.
Memperhatikan tantangan-tantangan di atas perlu kiranya kita melakukan perenungan dan introspeksi sedalam-dalamnya terhadap diri kita, karena setiap orang bisa jadi adalah seorang mubaligh.
a. Para penguasa tidak menjadikan kegiatan tabligh sebagai kegiatan prioritas dalam rangka membentuk struktur sosial yang madani sehingga kegiatan tabligh lebih banyak dilakukan secara fardiah (pribadi) oleh sebagian kecil komponen masyarakat.
b. Sulitnya melakukan segmentasi terhadap mubalagh. Segmentasi mubalagh ini penting dengan tujuan materi yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan dari mubalagh itu sendiri.
c. Iklim saling memberi dan menerima nasehat yang kurang mendukung di sebagaian kelompok masyarakat.
Ada beberapa strategi kaum Yahudi dan Nasrani untuk memerangi Ummat Islam, diantaranya dengan 4F 4S (Food, Fun, Fashion, Film, Sex, Smoke, Sport, Song).
a. Food
Secara tidak langsung kita telah bersumbangsih kepada Yahudi dan Nasrani untuk menyerang Islam diantaranya makanan yang bisa kita makan yaitu McD, Fizza Hut, coca colla, dll yang sebenarnya makanan tersebut lebih dikenal dengan junk food (makanan sampah) yang tidak baik untuk kesehatan dan juga bisa menurunkan IQ secara drastis.
b. Fun
Remaja pada masa kini lebih senang terhadap hal-hal yanng tidak terikat oleh aturan.Biasanya anak-anak remaja lebih suka jalan-jalan di mall, nonton di bioskop, dan chating dari pada mengikuti kajian tentang ke-Islaman.Secara tidak langsung umat Islam telah terjajah oleh kesenangan sesaat.
c. Fashion
Masalah ini biasanya lebih digandrungi oleh kaum hawa.Biasanya mereka kurang percaya diri ketika mereka mengenakan baju yang sesuai dengan sya’riat Islam.Mereka lebih cenderung memakai baju yang sexi dan menonjolkan aurat. Kalaupun ada yang menegenakan kerudung lebih suka mengenakan kerudung gaul dan bajunya memeperlihatkan lekak-lakuk tubuhnya.
d. Film
Tanpa disadari film telah banyak mencuci otak kita, terlebih-lebih para remaja. Mereka lebih suka mengikuti trand gaya pacaran, gaya berpakaian, dan gaya bersosialisasi yang sesuai dengan film yang mereka tonton. Secara tidak langsung dengan film dapat merusak moral umat Islam saat ini.
e. Faith
Kepercayaan, yang dimaksud adalah faham-faham yang dikembangkan oleh orang-orang kafir seperti Liberalisme, Komunisme, Orientalisme, Zionisme, Kapitalisme dan lain sebagainya.
f. Sex
Banyaknya media yang menyajikan gamba dan tayangan yang mengandung unsur pornografi dan porno aksi.
g. Smoke
Rokok yang sudah umum dikalangan tua maupun muda,awam maupun intelektual bahkan kebanyakan kaum muslimin adalah pecandu rokok yang hukumnya menurut jumhurul’ulama adalah makruh,artinya sesuatu yang dibenci oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Bahkan menurut sebagian ulama adalah haram.
h. Sport
Berbagai macam efen olahraga yang tidak mencerminkan kultur Islam (membuka aurat) serta digelar tanpa memperhatikan waktu sholat.
i. Sing
Musik-musik yang mempertunjukkan budaya dan lirik orang kafir dengan berbagai instrumennya.
C. Lemah Dalam Pengetahuan Penggunaan Bahasa Tabligh
Bahasa merupakan alat penyambung komunikasi antara yang satu dengan yang lain, antara komunikator dengan komunikan, juga antara mubaligh/da’i dengan mad’u nya. Tanpa menguasai bahasa semua aktivitas akan mandet, tidak akan berjalan dengan lancar. Begitu pun dalam menguasai bahasa tabligh, baik tabligh dalam tulisan atau pun tulisan.
Bila mubaligh/da’i menyampaikan khutbahnya tanpa menguasai bahasa tabligh tersebut, maka dalam penyampaian nya tidak akan pro dan muncul sesi negatif dari mad’u pada da’i tersebut. Contoh, seorang Da’i menyampai kan khutbah nya kepada ibu-ibu masyarakat sunda, sedang kan da’i tersebut belum menguasai bahasa sunda itu dan dalam penyampaiannya pun menggunakan bahasa indonesia, maka banyak komplen dikalangan ibu-ibu.
Maka dari itu, pengetahuan dalam berbahasa tabligh sangat penting. Meski kelihatan nya mudah, tapi bila dilakukan lumayan memberatkan. Apalagi dengan keseluruhan pengetahuan penggunaan bahasa tabligh memiliki berbagai poin-poin yang perlu dikaji dalam penyampaian tabligh tersebut. Antara lain:
1. Perlu Mengetahui struktur penggunaan dalam bahasa tabligh.
2. Perlu mengukur materi sebelum penyampaian tabligh berlangsung. Jadi perlu adanya kesiapan materi yang akan disampaikan.
3. Perlu mengetahui berbagai bahasa atau paham terhadap berbagai bahasa.
4. Perlu mengontrol terlebih dahulu terhadap mad’u, apakah mad’u tersebut masyarakat sunda atau masyarakat betawi. Agar dalam penyampaian tabligh tidak terjadi kesalahan.
Intinya Perlu mempunyai wawasan atau pengetahuan yang luas dalam tabligh tersebut.
D. Fenomena Bahasa Gaul
Melihat pada zaman sekarang ini bahasa sudah terkombinasi dengan bahasa gaul, yang sering kita dengar dan tanpa disadari dilakukan oleh kita. bahasa gaul tersebut berkembang secara pesat dikalangan masyarakat. Dan dengan refleksnya mereka menggunakan bahasa tersebut. Seperti, EGP (emang gue pikirin), plis dweh, mau tau ajh, cape dweh, dan lain sebagainya.
Bahasa gaul pun menjadi sebuah fenomena bagi para mubaligh, karena sebagian mubaligh pun ada yang suka menggunakan bahasa gaul tersebut. Tapi mubaligh yang suka menggunakan bahasa tersebut, bukan karena terpengaruh melainkan mempunyai prinsip sendiri untuk menyampaikan tabligh nya. Bukan hanya dalam penyampaian mubaligh atau tabligh bil lisan. Penyampaian tabligh bil kitab pun banyak menggunakan bahasa gaul tersebut. Apalagi dalam tulisan cerpen atau novel sering digunakannya bahasa gaul karena bersifat umum dan karakter tabligh yang mengiringi nya, sedangkan dalam tulisan sebuah buku yang berbau dakwah hanya sebagai hiburan semata supaya pembaca tidak bosan.
Adapun alasan mubaligh menggunakan bahasa gaul:
1. Sebagai sensasi dalam penyampaian tabligh, agar mad’u tidak ketinggalan zaman atau informasi sekarang.
2. Sebuah hiburan, supaya mad’u tidak merasa jenuh atau suntuk dalam mendengarkan tablighnya.
3. To Influence (mempengaruhi), yakni sebagai trick atau cara mubaligh supaya mad’u nya tertarik atau merasa nyaman dengan penyampainnya sehingga mengena.
Demikian uraian alasan mubaligh mengapa menggunakan bahasa gaul (alay), karena para mubaligh atau masing-masing mubaligh memiliki persepsi masing-masing dalam penyampaian tabligh dan tentunya dengan bersifat positif dalam mensya’riatkan agama islam.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ghozwul Fikr yang menjadi perusak agama islam, yakni Penyerangan dengan berbagai cara terhadap pemikiran umat Islam guna merubah apa yang ada di dalamnya sehingga tidak lagi bisa mengeluarkan darinya hal-hal yang benar karena telah tercampur aduk dengan hal-hal tak islami.
Lemah dalam pengetahuan penggunaan bahasa tabligh mengakibatkan suatu accident atau kekecewaan dalam diri atau pun orang lain, baik dalam mubaligh dan mad’u.
Bahasa gaul pun menjadi sebuah fenomena bagi para mubaligh, karena sebagian mubaligh pun ada yang suka menggunakan bahasa gaul tersebut. Tapi mubaligh yang suka menggunakan bahasa tersebut, bukan karena terpengaruh melain kan mempunyai prinsip sendiri untuk menyampaikan tabligh nya.
Jadi, inilah sebagaian fenomena yang terjadi dalam tabligh dari berbagai fenomena-fenomena yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Daud Rasyid, M.A, AL-Ghazwu Al-Fikri dalam sorotan Islam.
Prof. Abdul Rahman H. Habanakah, Metode merusak akhlaq dari Barat,
Abu Ridha, Pengantar Memahami AL-Ghazwu Al-Fikri
Komentar
Posting Komentar